Evi berlari menuju kamar, diletakkan tasnya sembarangan di
lantai. Masih dengan memakai seragam, gadis kelas 4 SD itu mengambil cepat-cepat buku diari tua merah jambu yang ditemukannya setahun lalu di lemari ibu ketika dia membereskan baju-baju beliau untuk disumbangkan ke korban bencana alam. Dibacanya perlahan-lahan secara urut dari lembar satu ke lembar berikutnya.
“Ahaaa…ini dia!” teriaknya senang setelah menemukan sebuah catatan. Di lembar itu ibunya menulis:
Selasa, 5 Februari 1990
Hai diari...Hari ini giliran rambut cokelatku yang menjadi ejekan Dina cs.
"Hai anak Belanda, pergi jauh ke negaramu sana!"
"Kau disini ingin menjajah kami lagi kah? hoohoo kami sudah merdeka!"
Begitulah teriakan mereka. Apa salahku bila punya rambut cokelat, ini adalah anugerah. Diari, kau pasti tahu aku adalah anak Indonesia sejati kan?
Sudahlah diari, lebih baik kini aku ambil melati dan merendamnya dalam air. Aku ingin menghirup wangi air melati dan membasuhkannya ke rambut dan wajahku. Biar nggak stress.
Rabu, 6 Februari 1990
Hai diari...tahu nggak mereka tak lagi mengejek rambut pirangku lho. Apa karena siraman air melati kemarin ya. Hehe..enggak ah pasti karena aku nggak ambil hati semua ejekan mereka. Tul gak, Ri?
"Ooo, jadi air melati ya?" Batin Evi. "Pantesan ibu suka sekali merawat melati di halaman"
Evi tadi di sekolah juga mengalami kejadian serupa, dibully teman karena rambut cokelatnya. Rambut Evi dan ibu memang berwarna cokelat, tidak hitam seperti kebanyakan orang Indonesia. Mungkin salah seorang dari nenek moyang mereka adalah bule. Namun setelah membaca diari ibu, hatinya sedikit tenang. Entah kenapa diari itu selalu tahu apa yang sedang Evi rasakan dan alami. Melalui buku-buku itu Evi merasakan almarhumah ibu disini, mengelus rambut sambil menasihatinya. Begitu banyak kejadian yang Evi alami sama persis yang tertulis di diari merah jambu yang wangi itu. Tak hanya tertulis rentetan kejadian, bahkan tips dan solusinya juga.
Selasa, 5 Februari 1990
Hai diari...Hari ini giliran rambut cokelatku yang menjadi ejekan Dina cs.
"Hai anak Belanda, pergi jauh ke negaramu sana!"
"Kau disini ingin menjajah kami lagi kah? hoohoo kami sudah merdeka!"
Begitulah teriakan mereka. Apa salahku bila punya rambut cokelat, ini adalah anugerah. Diari, kau pasti tahu aku adalah anak Indonesia sejati kan?
Sudahlah diari, lebih baik kini aku ambil melati dan merendamnya dalam air. Aku ingin menghirup wangi air melati dan membasuhkannya ke rambut dan wajahku. Biar nggak stress.
Rabu, 6 Februari 1990
Hai diari...tahu nggak mereka tak lagi mengejek rambut pirangku lho. Apa karena siraman air melati kemarin ya. Hehe..enggak ah pasti karena aku nggak ambil hati semua ejekan mereka. Tul gak, Ri?
"Ooo, jadi air melati ya?" Batin Evi. "Pantesan ibu suka sekali merawat melati di halaman"
Evi tadi di sekolah juga mengalami kejadian serupa, dibully teman karena rambut cokelatnya. Rambut Evi dan ibu memang berwarna cokelat, tidak hitam seperti kebanyakan orang Indonesia. Mungkin salah seorang dari nenek moyang mereka adalah bule. Namun setelah membaca diari ibu, hatinya sedikit tenang. Entah kenapa diari itu selalu tahu apa yang sedang Evi rasakan dan alami. Melalui buku-buku itu Evi merasakan almarhumah ibu disini, mengelus rambut sambil menasihatinya. Begitu banyak kejadian yang Evi alami sama persis yang tertulis di diari merah jambu yang wangi itu. Tak hanya tertulis rentetan kejadian, bahkan tips dan solusinya juga.
Lalu Evi segera beranjak melaksanakan tips ibu tersebut. Ajaib,
seperti yang sudah-sudah, keesokan harinya teman-teman tak lagi membullynya,
malah sekarang mereka menyukai rambut cokelatnya. Si Niar temannya yang
merasa paling cantik di sekolah pun berniat membeli cat rambut cokelat supaya terlihat
lebih eksotis.
#Onedayonepost
#FiksiBundaFarhanah
#GenreLowFantasy
#CloverlineFictionForBeginner
#Onedayonepost
#FiksiBundaFarhanah
#GenreLowFantasy
#CloverlineFictionForBeginner
Lucuuuu bun ....
ReplyDeleteIdenya mantap Bun. Kereen. Pasti rambut si Evi cantik banget, ya?
ReplyDelete*aku tertarik sama diari nya. Ibunya merekam sejarah dalam tulisan. 😊 suka bun. 😊
ReplyDelete