Pendidikan Islam di Malang,
Menelusuri Jejak Karya
dan Pemikiran Kyai Tholhah
Oleh:
Nazlah Hasni
Disampaikan
pada Lomba Penulisan Eko-Sosio-Kultural Lokal Kota Malang Dalam Perspektif
Historis Tahap Lanjutan
“Pendidikan Islam harus mampu mengembangkan
potensi-potensi fitrah peserta didik agar mampu menguasai
kompentensi-kompentensinya dan menghadapi tangtangan zaman sebagai makhluk
Tuhan yang diunggulkan (Fii ahsani taqwim) serta tidak mudah tergerus ideologi
Barat.” (Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan, 1936-2019)
Salam… Pembaca yang budiman.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat dan rahmatNya jua-lah tulisan
ini bisa ada di hadapan Anda. Di sini, Saya masih setia untuk menulis tentang
Eko Sosio Kultura lokal Malang dari sisi Ulama dan Santri-nya karena keduanya memang
berkait-kelindan dengan kota ini. Pada essay sebelumnya, saya telah menulis panjang
kali lebar tentang Masjid Sabilillah Blimbing sebagai monumen perjuangan Ulama
dan Santri. Maka, kali ini izinkan saya menulis tentang sosok santri kebanggaan
kota ini~sebuah ketawadhu’an, meski telah dipanggil Kyai, seorang Kyai tetaplah
seorang santri~ yang dikenal sebagai pakar pendidikan Islam, Prof. Dr. KH.
Muhammad Tholhah Hasan.
Profesor Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan memang telah berpulang pada 29
Mei 2019 yang lalu. Tapi jejaknya masih dan akan selalu terendus kuat.
Khususnya di bidang pendidikan Islam. Banyak peninggalan dan karya sang Kyai
yang tersebar di penjuru Kota ataupun Kabupaten Malang. Baik berupa yayasan
pendidikan maupun buku-buku yang bermanfaat, wa bil khusus bagi umat Islam di Kota maupun Kabupaten ini. Juga
bagi umat Islam di Indonesia, pada umumnya, karena Ulama asal Malang ini telah
menjelma sebagai tokoh Nasional.
Umumnya, sebagian masyarakat kita, memandang bahwa sosok Kyai adalah
orang tua (sepuh) yang berkutat di pesantren saja dengan tumpukan kitab-kitab
klasik. Tapi tidak dengan Kyai Tholhah, begitu biasa disapa semasa hidup. Ia
dikenal sebagai ulama dan intelektual muslim yang dapat terjun langsung dalam
kehidupan masyarakat secara global. Pemikirannya pun visioner dan utuh. Mampu
menguasai dan menggabungkan bidang ilmu agama dan umum yang memang dibutuhkan
dalam rangka mengikuti tuntutan zaman.
Ini tampak sekali dari jejak peninggalan Sang Kyai. Di antaranya adalah
Masjid Sabilillah Blimbing Kota Malang yang sudah saya tulis pada essay
sebelumnya. Ya, Kyai Tholhah, bersama beberapa Ulama sepuh nan kharismatik
Malang saat itu di antaranya KH. Nachrowi Tohir (salah satu pendiri NU) dan KH.
Masjkur (guru sekaligus mertua), merupakan salah satu dari pendiri Yayasan Masjid
Sabilillah. Bahkan sampai akhir masa hidupnya, Kyai Tholhah masih tercatat dan
aktif sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid Sabilillah.
Baca juga: Masjid Sabilillah Blimbing, Monumen Perjuangan Ulama dan Santri yang Tak Takut Mati.
Baca juga: Masjid Sabilillah Blimbing, Monumen Perjuangan Ulama dan Santri yang Tak Takut Mati.
Selain Yayasan Masjid Sabilillah yang kemudian mendirikan Lembaga
Pendidikan Islam Sabilillah, ada Yayasan Unisma yang menaungi Universitas Islam
Malang (Unisma) dan Rumah Sakit Unisma di mana keduanya berlokasi di Dinoyo
Kota Malang. Lalu ada Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari Kabupaten
Malang dan Yayasan Sa’adatu ad-Daaroin Kota Batu. Tidak cukup di Malang Raya
saja, di Pekanbaru tercatat ada Yayasan bernama Pondok Pesantren Ummatan
Washatan yang didirikan dan dibina Kyai Tholhah. Begitu juga di Perpustakaan Masjid Raya Batam
yang kini menjadi kebanggan warga di sana.
Kyai Tholhah juga mengasuh majelis-majelis taklim yang merupakan
perwujudan pendidikan non formal untuk masyarakat luas. Sepanjang hidupnya
beliau rajin mengisi kajian keagamaan dan pendidikan yang diselenggarakan di
lingkungan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, HMI, PMII maupun organisasi atau
lembaga lainnya. Tanpa pilih-pilih.
Contohnya adalah kajian kitab Ihya Ulumuddin yang rutin diselenggarakan
Jumat pagi untuk khalayak di Masjid Besar Singosari, atau Kajian Kitab Shohih
Bukhori di rumah beliau. Juga di Masjid Unisma, setiap Selasa malam. Saya
sendiri, belum pernah sekali pun mengikuti kajian yang diampu almarhum Kyai
Tholhah. Ini yang saya sesali. Namun kini saya berusaha dan bersemangat mengikuti kajian kitab-kitab hadis maupun
tafsir yang diselenggarakan Yayasan Masjid Sabilillah tiap Senin, Selasa dan
Kamis pagi. Doakan semoga istiqomah.
Kyai Tholhah juga meninggalkan karya berupa buku-buku, maupun
jurnal yang lahir dari renungan dan
pemikiran yang mendalam. Ada lebih dari 10 judul buku yang ditulis oleh Kyai
Tholhah. Beberapa judul di antaranya adalah:
Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Pendidikan Multikultural Sebagai
Opsi Penanggulangan Radikalisme, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan
Zaman.
Peninggalan~warisan karya~itu, bisa ditelusuri untuk kita pungut
keteladanan yang terkandung di dalamnya. Maka dalam essay ini, saya mencoba
menulusuri jejak karya maupun pemikiran Kyai Tholhah, Kyai multitalenta
kebanggaan warga Malang. Yuk kita mulai.
I.
Mengenal Sosok KH. Muhammad Tholhah Hasan
“Pendidikan merupakan nyawa dari
peradaban, dan sampai sekarng tidak ada satu negara pun yang tidak berusaha
secara serius untuk memajukan pendidikannya sesuai dengan tantangan yang
dihadapinya.” (Prof. KH. Muhammad Tholhah Hasan, 1936-2019)
Tak kenal maka tak sayang. Begitulah kata pepatah. Maka sebelum lanjut untuk menelusuri jejak karya
dan khazanah pemikiran Kyai Tholhah, ada baiknya kita “kenalan” lebih dahulu
dengan sosok beliau.
Sebagai warga Malang, terutama yang muslim, sudah seharusnya
kita mengenal sosok Kyai Malang yang alim-allamah, pakar dalam pendidikan Islam
yang memiliki reputasi internasional ini. Bagaimana masa kecilnya? di mana sekolah
atau mondoknya? dan beberapa poin penting lainnya.
Saya dan suami sama-sama pendatang di kota ini. Ketika
tiba di sini untuk menuntut ilmu pada tahun 1997, saat itu Kyai Tholhah
menjabat Rektor Unisma. Saya tahu, karena setiap hari melewati kampus
tersebut. Lalu reformasi bergulir dan
naiklah Gus Dur menjadi Presiden. Saya juga tahu bahwa Kyai Tholhah masuk dalam
jajaran kabinet Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Agama.
Jujur, sebelum ini, sebatas itu pengetahuan saya
terhadap sosok kharismatik nan bersahaja ini. Maka dengan menulis essay ini,
besar harapan, khususnya untuk saya pribadi, agar lebih mengenal sosok dan
pemikiran sang Kyai untuk kemudian dapat meneladaninya, semoga.
Kyai Tholhah lahir pada Sabtu Pon, di salah satu kota
pesisir utara Jawa Timur, Tuban pada 10 Oktober 1936. Ayahnya bernama Tholhah
dan ibu Anis Fatma. Beliau adalah anak pertama dari dua bersaudara yang telah
ditinggal wafat oleh ayahnya ketika masih kanak-kanak. Adik Kyai Tholhah
bernama Afif Najih.
Nama asli Kyai Tholhah adalah Muhammad Affan Mufti.
Namun sejak ikut kakek dan neneknya di Lamongan paska kematian sang ayah, sang
kakek mengganti nama itu dengan Tholhah. Jadilah kemudian, ia dikenal dengan nama
Muhammad Tholhah Hasan (Hasan diambil dari nama sang Kakek).
Kecintaan ilmu telah terlihat sejak Tholhah kecil. Meski
hidup dalam keadaan serba prihatin dan kekurangan, Tholhah kecil memiliki
kemauan keras untuk sekolah. Sesuatu yang terasa mewah saat itu. Sebagian besar
masa kecil hingga remaja, dihabiskan Kyai Tholhah untuk belajar di lingkungan
berbasis religius. Baik itu ilmu-ilmu agama
atau umum. Menjalani pendidikan dasar di Sekolah Rakyat di Brondong Lamongan
sekaligus Madrasah Diniyah di Sedayu Lawas Lamongan saat sore. Untuk kedua
sekolah yang berbeda ini, Tholhah lulus 1949. Setelah itu langsung nyantri. Awalnya di PP. Tambak Beras
Jombang (KH. Wahab Hasbullah), tapi hanya enam bulan. Setelah itu pindah mondok
ke Tebuireng selama enam tahun. Tholhah muda menyelesaikan pendidikan tingkat Tsanawiyah
dan Aliyah di Pondoknya Hadratussyaikh Hasyim Asyari ini, lulus tahun 1956.
Berasal dari keluarga sederhana, seringkali Tholhah
mendapati kiriman dari orang tuanya tersendat. Tapi keadaan ini tak membuat
Tholhah putus harapan. Ia mengakali keadaan ini dengan menjadi khodam (pelayan) para santri yang
berasal dari keluarga kaya. Memasak dan mencuci untuk mereka. “Santri-santri
anak orang kaya saya tempel. Saya memasak untuk mereka, sebagai imbalannya saya
minta makan pada mereka.” Begitu tutur Kyai Tholhah seperti yang tertulis dalam
buku Kyai Multitalenta, Sebuah Oase
Spiritual KH. M. Tholhah Hasan.
Selama mondok di Tebuireng, Kyai Tholhah bersama lima
orang santri lainnya seangkatan, mendapat kesempatan istimewa untuk takhassus tafsir dan hadist di bawah
bimbingan langsung KH. Idris dan KH. Adlan. Kedua Kyai tersebut adalah ulama
alim-allamah pengasuh Pondok Tebuireng penerus Almaghfurlah KH. Hasyim Asyari.
Kenapa kesempatan itu disebut istimewa? Dalam buku Kyai Multitalenta, Sebuah Oase Spritual
KH.M. Tholhah Hasan karangan Prof. Dr. H Nasaruddin Umar, disebutkan karena
kedua masyayikh (guru) itu, tiap tahunnya hanya menyeleksi beberapa orang
santri saja dari ratusan santri di PP. Tebuireng untuk belajar tafsir dan hadis
secara lebih khusus dan mendalam. Hanya santri yang mempunyai kelebihan yang
terpilih.
Selepas dari Pondok Pesantren Tebuireng, Tholhah
hijrah ke Malang. Di kota ini, kecintaannya pada dunia pendidikan semakin
terpatri dalam jiwa. Impian mengenyam pendidikan tinggi juga terkabul. Ia melanjutkan
pendidikan sarjana muda di Universitas Merdeka Malang lulus 1966. Gelar sarjana
lengkap diperoleh dari Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan (sekarang
Fakultas Ilmu Administrasi) UB tahun 1973.
Sedangkan pengalaman mengajar telah dimulai saat masih
nyantri di Tebuireng. Tholhah muda
sudah sering mengajari teman-temannya sesama santri yang kesulitan dalam
pelajaran tertentu. Dan ketika kemudian didapuk menjadi pengurus pondok, Tholhah semakin sering
melaksanakan tugas mengajar tersebut dalam konteks yang setingkat lebih resmi.
Kyai
Tholhah Hijrah Ke Malang
Saya menilai bahwa hijrahnya Kyai Tholhah ke Malang memiliki
cerita tersendiri yang menarik. Adalah KH. Masjkur, Kyai asal Malang, Panglima
Besar Laskar Sabilillah yang berani mati membela kedaulatan negara, datang ke
Tebuireng mencari santri Tholhah. Ini terjadi pada medio 1958. Tholhah yang
saat itu sedang berada di gothakan
tersentak kaget, ada apa gerangan tokoh kharismatik itu mencarinya? Bergegas Tholhah muda menemui KH. Masjkur di
kamar KH. Idris. Sebagai sesama ulama, KH. Idris, Tebuireng, dan KH. Masjkur,
Malang, adalah sepasang sahabat.
Setelah bertemu, ternyata maksud KH Masjkur mencari
Tholhah untuk memintanya membantu menrintis sebuah madrasah yang akan didirikan
di Singosari. Kembali santri Tholhah terkaget-kaget? Apa gerangan yang membuat
KH. Masjkur memilihnya untuk melaksanakan tugas yang agung ini?
Bukan tanpa alasan jika KH. Masjkur memilih Tholhah
muda. Sebelumnya ia telah melihat pemuda itu cemerlang dan piawai mengemukakan
gagasan dan berargumentasi pada kongres IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama)
di Cirebon 1958. KH. Masjkur langsung jatuh cinta pada Tholhah sejak pandangan
pertama~kelak juga menjadi menantu beliau. Setelah mempertimbangkan dengan
matang dan memohon restu KH. Idris, berangkatlah Tholhah muda ke Malang.
Sejak itu, episode sebagai pelayan ilmu dan umat pun
dimulai dalam hidup seorang Muhammad Tholhah Hasan.
II.
Jejak Karya Berupa Lembaga
Pendidikan Islam
“Yang dimaksud dengan ‘Pendidikan Islam’
di sini tidak terbatas pada pengertian adanya label ‘Islam’, atau
lembaga-lembaga ke-Islaman seperti madrasah atau ponpes, juga tidak terbatas
pada pembelajaran ilmu-ilmu agama seperti tauhid, tafsir, hadis, fiqih atau
tasawuf. Pendidikan Islam mencakup semua proses pemikiran, penyelenggaraan dan
tujuan mulai dari gagasan, visi, misi, institusi, kurikulum, buku pelajaran,
metodologi, SDM, proses belajar-mengajar, lingkungan pendidikan, yang
disemangati dan bersumber pada ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam, yang secara
built-in (menyatu) mewarnai proses pendidikan tersebut.” (Prof. Dr. KH. M. Tholhah
Hasan, 1936-2019)
Ridho guru adalah salah satu pintu keberkahan dan
kunci ilmu yang bermanfaat. Ini sudah menjadi prinsip Tholhah. Maka berbekal panggilan
jiwa dan restu dari guru, Tholhah muda yakin untuk bertolak menuju Malang, kota
dingin yang belum pernah ia menjejakkan kakinya. Dan beliau memang benar-benar
memenuhi janji dan tekatnya, mengabdikan diri di dunia pendidikan hingga akhir
hayat di pelukan Bhumi Arema.
Berikut jejak karya Kyai Tholhah dalam bentuk yayasan
Pendidikan Islam di Kota dan Kabupaten Malang serta Kota Batu.
1. Yayasan Lembaga
Pendidikan Al-Maarif Singosari
Penulusuran jejak Kyai Tholhah dalam bentuk lembaga
pendidikan, Saya mulai dari sekolah pertama yang didirikan Kyai Tholhah. Jadi,
setibanya di Malang, tepatnya di Singosari, sembari mempersiapkan madrasah yang
akan didirikan, Tholhah mengajar di Pesantren Miftahul Ulum Bungkuk yang diasuh
KH. Masjkur. Ia berusia 22 tahun kala itu.
Setahun kemudian yaitu pada tahun 1959, Kyai Tholhah bersama
beberapa teman guru lain, dibawah bimbingan KH. Masjkur, fokus merintis Madrasah
Tsanawiyah Al-Maarif yang berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Al-Maarif
Singosari yang juga baru berdiri. Ini adalah sekolah pertama yang dirintisnya di
awal karir. Madrasah ini terus berkembang. Bahkan diluar ekspektasi para founder-nya. Dari hanya punya 11 murid,
hingga ratusan siswa pada saat ini. Setiap tahun ajaran baru, Madrasah
Tsanawiyah Al-Maarif Singosari menerima
siswa baru tidak kurang dari enam kelas.
Dari Madarasah Tsanawiyah, menyusul berdiri beberapa
sekolah lainnya. Sampai kini, sekolah di lingkungan Yayasan Lembaga Pendidikan
Al-Maarif Singosari meliputi TK, SDI, MTs, MA, SMP dan SMA. Sebelumnya, juga
ada Fakultas Tarbiyah Wataallim dan Fakultas Pertanian Universitas Sunan Giri
(Unsuri) Surabaya cabang Singosari Malang yang dirintis Kyai Tholhah. Namun
sejak 1981, digabung menjadi Universitas Islam Malang (Unisma).
Sampai akhir hayat, Kyai Tholhah tak jemu-jemu
memantau dan membina sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan
Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari ini.
2. Yayasan Universitas
Negeri Malang
“Peranan Perguruan Tinggi Islam (apalagi
yang secara Institusional merupakan Institut Agama Islam) mempunyai peranan
strategis dalam mengembangkan fungsionalisasi pemahaman Islam di kalangan
civitas akademikanya maupun masyarakat.” (Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan)
Merintis, membesarkan, membina, mengajar hingga menjadi
Kepala Sekolah di lingkungan Yayasan Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari, tidak
menjadikan Kyai Tholhah merasa puas. Jenjang pendidikan usia dini dan dasar
telah digarap, bahkan hingga tingkat Aliyah, namun ini belumlah cukup. Kyai
Tholhah merasa, sudah seharusnya menyempurnakan mata rantai pendidikan dengan
menyelenggarakan pendidikan tinggi yaitu Universitas.
Sebelum berdirinya Unisma, Kyai Tholhah sudah merintis
sebuah Universitas dengan dua fakultas, Tarbiyah Wa Taallim dan Pertanian Universitas
Sunan Giri Surabaya cabang Malang di Singosari. Namun, Unsuri ini kurang
berkembang dengan greget.
Maka pada tanggal 27 Maret 1981 (20 Jumadil Awal 1401
H), Kyai Tholhah bersama beberapa 27 orang tokoh masyarakat, Ulama dan
Cendikiawan NU di Malang berkumpul untuk merencanakan pendirian Universitas
Islam Malang (Unisma) yang akan dibangun di lahan milik Al-Maarif di Dinoyo,
Lowokwaru Kota Malang. Lalu dari 27 orang itu, dipilih 9 orang yang diberi
kepercayaan dan tanggung jawab untuk merumuskan secara detail dan konkrit
persiapan-persiapan pendirian. Pada panitia 9 ini, KH. M. Tholhah Hasan
ditunjuk sebagai ketua (merangkap anggota). Delapan lainnya adalah H. Fathullah
(Sekretaris merangkap anggota), M. Wiyono (anggota), H. Abdul Ghofur (anggota),
HM. Syahroel (anggota), H. Abdul Mudjib
(anggota) dan H. Maksum Umar (anggota). Panitia 9 ini didampigi KH. Oesman
Mansoer sebagai penasihat.
Jadi kedua Fakultas yang ada di Unsuri Cabang Malang
di Singosari (tarbiyah dan pertanian), adalah cikal-bakal dari Unisma, yang
mana saat itu Kyai Tholhah menjabat sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah wa Taallim.
Setelah Unisma berdiri, Kyai Tholhah ditunjuk sebagai Pembantu Rektor I Unisma.
Sedangkan untuk posisi Rektor, panitia 9 menunjuk KH. Oesman Mansoer untuk
menjabatnya. Kemudian Unisma menambah beberapa Fakultas yang meliputi Fakultas
Tarbiyah, Pertanian, Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Ekonomi, Peternakan,
Teknik, Ilmu Administrasi, serta Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Sebagai perintis, perjuangan Kyai Tholhah untuk
memajukan Universtas tidaklah ringan. Mendirikan Perguruan Tinggi tidak
sesederhana mendirikan SD, SMP atau SMA. Tak hanya pembenahan fisik, tapi juga
SDM yang mumpuni. Seperti terpenuhinya tenaga pengajar (dosen) tetap yang
professional. Ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tiga tahun pertama
adalah masa-masa sulit. Hampir setiap bulan, Dewan Pendiri harus merogoh kocek
dalam-dalam untuk menutup biaya operasional.
Sepeninggalnya
KH. Oesman Mansoer, Kyai Tholhah didapuk oleh pihak Yayasan dan Senat Unisma
untuk menjadi Rektor pada 1989. Beliau menjabat selama dua periode hingga 1998.
Pada saat itu, Kyai Tholhah telah memegang sepenuhnya urusan manajemen Yayasan.
Dan pada perkembangannya, Kyai Tholhah membawa Yayasan Unisma untuk melebarkan
sayap. Jika sebelumnya bidang pengabdian masih di pendidikan, kini mulai
menggarap pelayanan umat seperti Rumah Sakit, Laboratorium Aswaja dan Pesantren
Mahasiswa Ainul Yakin.
2. Lembaga Pendidikan Islam Sabilillah Kota Malang
Untuk mengenang perjuangan Laskar Sabilillah Malang dalam membela
kedaulatan negara, pada 1974 dibangunlah sebuah masjid sebagai monumen. Konon,
lahan yang dipakai sebagai masjid sekarang, dulunya adalah markas anggota
laskar untuk berlatih.
KH. M. Tholhah Hasan adalah salah satu pendiri dan menjadi ketua panitia
pembangunan Masjid yang kemudian dinamakan Masjid Raya Sabilillah. Menurut
informasi dari Sekretaris Takmir Masjid Sabilillah, bahkan sejak berdirinya,
Kyai Tholhah adalah ketua Yayasan Masjid Sabilillah. Dari jajaran pendiri, Kyai
Tholhah yang paling akhir berpulang ke haribaan Allah.
Pada perkembangannya, Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat
ibadah. Namun juga berusaha menebarkan manfaat. Salah satunya dengan mendirikan
dan mengampu lembaga pendidikan baik formal atau informal. Lembaga Pendidikan
informal berupa majelis-majelis taklim yang semarak diadakan setiap hari, pagi
dan sore untuk masyarakat. Termasuk untuk ibu-ibu dan remaja putri.
Sedangkan untuk lembaga pendidikan formal, dibentuklah Yayasan Lembaga Pendidikan Sabilillah yang memiliki
jenjang pendidikan mulai TK. SD, SMP sampai SMA. Lagi-lagi tangan dingin Kyai
Tholhah sangat berperan di sini.
Di bawah
ini, Saya tulis selayang pandang tentang Sekolah-sekolah yang berada di bawah
Lembaga Pendidikan Islam Sabilillah.
TK Sabilillah Malang
Jenjang pendidikan usia dini menjadi yang pertama kali didirikan di
bawah naungan LPI Sabilillah. Sebagai salah satu anggota Tim pendiri, Kyai
Tholhah sangat mengerti, bahwa pendidikan usia dini memegang peranan penting demi
menanamkan fondasi keilmuan dan budi pekerti.
Maka pada tahun 1980, berdirilah TK Sabilillah yang berlokasi di
lingkungan Masjid Sabilillah, Jl. Ahmad Yani Blimbing. Kelak, ketika Kyai
Tholhah, Dr. Ibrahim Bafadal dkk mendirikan sebuah sekolah dasar unggulan
bernama SDI Sabilillah, TK ini menyeimbangkan diri dengan meningkatkan
kualitasnya menjadi TK Unggulan.
SDI Sabilillah Malang
“Pendidikan yang mempunyai orientasi kuat terhadap
penyelamatan fitrah, semakin terpinggirkan oleh desakan arus besar pendidikan
sekuler dunia barat.” (Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan, 1936-2019)
Medio 1990-an, saat itu seorang Muhammad Tholhah Hasan kembali merenung
dalam kegelisahan. Lembaga Pendidikan Al-Maarif Singosari dan Universitas Islam
Malang yang dirintis dan dibina mulai membuahkan hasil. Tapi ini tak membuatnya
berpuas diri. Apalagi belakangan ini, seringkali ia membaca slogan tentang
pendidikan yang berbunyi: “pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia,” “pendidikan untuk menunjang pembangunan nasional,” “pendidikan untuk
menghadapi persaingan global,” dan slogan lain sejenis. Tak ayal banyak
generasi muda Islam terpengaruh dengan rayuan modernitas instan, tanpa adanya
filter berupa pemahaman dan pengetahuan yang cukup akan nilai-nilai religious dan
sesuai fitrah.
Bagi Kyai Tholhah, slogan-slogan semacam itu secara eksplisit memang memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap potensi manusia dan kemampuannya untuk
dikembangkan demi tujuan tertentu. Tapi pendidikan yang terlalu berorientasi
pada pengembangan kemampuan manusia, seringkali abai terhadap sisi lain manusia
sebagai makhluk sosial, religious dan moralis. Padahal, manusia itu punya jiwa,
ada ruh. Itu butuh disentuh dan distimulasi dimensi spiritual, religius dan
moralnya untuk berhubungan dengan Tuhan dan sesama manusia sesuai fitrah
alaminya.
Maka berkelebat pemikiran bagaimana jika mendirikan sebuah lembaga
pendidikan, dimulai jenjang dasar, yang memiliki konsep integral antara sains
dan agama. Pelajaran agama yang dimaksud bukan hanya “pelajaran tentang agama”
atau “pengetahuan tentang agama”. Tapi haruslah merasuk dan kemudian
mengkristal dalam perilaku akhlak mulia sehari-hari.
Gayung bersambut ketika suatu saat Kyai Tholhah bertemu dengan beberapa
sahabat yaitu Dr. Ibrahim Bafadal, Dr. Rofiuddin dan Dr. Wartono. Mereka adalah
parktisi pendidikan di Kota ini yang memiliki kegelisahan, visi dan misi yang
sama. Setelah melakukan serangkaian pertemuan dan diskusi, akhirnya diputuskan untuk didirikan Sekolah Dasar Islam Sabilillah
yang mulai beroperasi pada tahun ajaran 1997-1998. SDI tersebut berlokasi di
lingkungan Masjid Sabilillah, Jl. Ahmad Yani Blimbing.
Konsep SDI Sabilillah terbilang masih baru dan segar saat itu. Yaitu Fullday School. Dari segi biaya, sekolah
ini memang terbilang sekolah elit. Ini dilakukan untuk menampung orang-orang
yang memang butuh akan hal itu. Apalagi SDI Sabilillah berdiri di tengah lingkungan
orang-orang menengah atas yang sadar akan kebutuhan pendidikan yang bermutu.
Dan jumlah kelompok ini semakin hari semakin banyak, mencari pendidikan dengan penanaman
akidah yang baik dan sains yang unggul, tidak peduli walau harus mengeluarkan
biaya lebih mahal.
Tapi, walaupun mengusung konsep demikian, bukan berarti Kyai Tholhah dan
Tim tidak mau merangkul kelompok masyarakat menengah ke bawah. Untuk
mengakomodasi siswa yang kurang mampu, dilakukan subsidi silang atau pun
beasiswa.
SMPI dan SMAI Sabilillah Malang
Sekolah
Menengan Atas Islam Sabilillah di Jl. Ikan Piranha Atas Blimbing Malang
Sumber
foto: Dokumen pribadi
Pada perkembangannya, seperti yang dicita-citakan sejak awal, Lembaga
Pendidikan Islam Sabilillah juga mendirikan SMP dengan konsep yang serupa,
yaitu fullday school. Berdiri pada
tahun 2003 berlokasi di Jalan Ikan Piranha Atas Blimbing Malang. Lalu menyusul berdiri
SMAI Sabilillah pada 2014 di lokasi yang sama. Tapi di SMAI Sabilillah menerapkan
konsep yang berbeda yaitu Boarding School
(sekolah berasrama) di mana ada salah satu metode pembelajaran yang mengadopsi
model pendidikan pesantren.
3. Yayasan Sa’adatu Ad-Daroin Kota Batu
Pada tahun 1991 Kyai Tholhah ditunjuk sebagai ketua untuk menggantikan
KH. Oesman Mansoer yang telah wafat. Yayasan ini didirikan di Kota Batu pada
1987 oleh KH. Oesman Mansoer. Mula-mula yayasan ini dikembangkan menjadi tiga pusat
kegiatan yaitu Ponpes Hifdzul Qur’an, Institut Ilmu Al-Quran dan jurusan Tafsir
Hadist sebagai cabang dari Fakultas Syariah Unisma. Tapi karena yayasan ini
berada di lingkungan Kristen yang kuat, animo masyarakat menjadi rendah.
Apalagi ketika ditinggal KH. Oesman Mansoer sebagai pelopor, usia yayasan ini
masih muda.
Ketika Kyai Tholhah menjabat sebagai ketua, banyak terobosan yang beliau
laksanakan. Salah-satunya adalah mendirikan taman belajar membaca Al-Quran
untuk anak-anak (TPA). Tak disangka, respon masyarakat cukup besar. Perlahan
namun pasti, jumlah santri terus meningkat hingga berjumlah ratusan.
Berikutnya, Yayasan ini juga membuka kelas belajar membaca Al-Quran untuk
dewasa.
Kyai Tholhah dan seluruh ustadz-ustadzah di Yayasan ini juga membuat
terobosan untuk mengimbangi upaya kristenisasi. Seperti membuat bimbingan
belajar dan kelas bina vokalia Islami dan grup shalawatan.
III. Jejak Karya Berupa Buku-buku
Kyai Tholhah termasuk sosok Intelektual muslim yang
cukup produktif. Baik dalam bentuk tulisan atau gagasan yang langsung
dipublikasikan melalui tulisan-tulisan di seminar, diskusi, workshop dan lain
sebagainya. Begitu juga artikel lepas
yang berisi pemikiran segar tentang keagamaan, pendidikan, pendidikan Islam, kepemimpinan,
keorganisasian bahkan sosial budaya, yang beliau tulis juga sering mewarnai
tabloid, majalah atau jurnal di tanah air, baik skala lokal atau nasional. Semuanya
bermanfaat dan menambah wawasan bagi siapa pun yang membacanya. Khususnya bagi
pengembangan Pendidikan Islam.
Menurut yang saya pinjam di Perpustakaan Masjid Raya Sabilillah,
ada lebih dari 10 judul buku yang ditulis Kyai Tholhah. Bisa saya tuliskan
berikut ini.
1. Islam dan Perspektif Sosial Budaya (Jakarta, Galsa
Nusantara, 1987)
2. Islam dalam Perspektif Sosio Kultural (Jakarta,
Lantabora Press, 2000)
3. Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman
(Jakarta, Lantabora Press, 2000)
4. Kado untuk Tamu-tamu Allah (Jakarta, Lantabora Press,
2002)
5. Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Jakarta, Lantabora Press, 2004)
6. Dinamika Kehidupan Religius (Jakarta, Listafariska
Putra, 2004)
7. Diskursus Islam Kontemporer (Jakarta, Listafariska
Putra, 2004)
8. Ahlussunnah wal Jamaah dalam Perpsepsi dan Tradisi NU
(Jakarta, Lantabora Press, 2004)
9. Agama Moderat, Pesantren dan Terorisme (Jakarta,
Listafariska Putra, 2004)
10. Apabila Iman
tetap Bertahan (Jakarta, Listafariska Putra, 2004)
11. Dinamika
Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Jakarta, Lantabora Press, 2006).
12. Pendidikan
Multikultural Sebagai Opsi Penaggulangan Radikalisme (Malang, Lembaga
Penerbitan Unisma, 2016).
Salah satu buku karangan Kyai Tholhah, saya pinjam di
Perpustakaan Masjid Raya Sabilillah
Sumber foto: Dokumen Pribadi
IV. Pembaharuan Pemikiran
Kependidikan Kyai Tholhah
Kyai Tholhah puluhan tahun berkecimpung di dunia
pendidikan. Mulai dari jenjang usia dini, dasar, menengah hingga perguruan
tinggi. Kapabilitas dan pengalamannya sudah tak diragukan. Seiring waktu,
melalui perenungan mendalam dan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak
pembaharuan tentang pendidikan khususnya pendidikan Islam lahir dari pemikiran
beliau. Dan ini menarik untuk kita simak. Bila anda perhatikan, beberapa
pemikiran Kyai Tholhah sudah saya kutip di atas di sela-sela tulisan ini. Di
bawah ini saya tulis beberapa pemikiran cemerlang lainnya.
1. Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang relevan
dengan tuntutan zaman dan kebutuhan bangsa yaitu pendidikan yang mampu
menyiapkan generasi unggul yang sanggup bersaing dengan SDM bangsa lain, tanpa
kehilangan jati diri sebagai bangsa yang memiliki kepribadian dan moral bangsa.
2. Pendidikan memiliki peran strategis dalam konsteks
penyiapan generasi mendatang yang bersumberdaya unggul. Oleh sebab itu,
Pemerintah harus memperhatikan kebijakan-kebijakan pendidikan yang memihak pada
kepentingan bangsa.
3. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha
akselerasi (percepatan) peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah:
Pendidikan, teknologi, ekonomi dan mobilitas sosial.
4. Menerapkan pendidikan multikultural sebagai opsi penanggulangan
radikalisme. Radikalisme adalah istilah yang lazim digunakan untuk menyebut
kelompok garis keras. Maka pendidikan multikutural yang memiliki hakikat
pendidikan yang menempatkan multikulturalisme sebagai salah satu visi
pendidikan dengan karakter utama yang bersifat inklusif, egaliter, demokratis
dan humanis namun tetap kokoh pada nilai spiritual dan keyakinan yang berdasar
Al-Quran dan Sunnah efektif diterapkan untuk menanggulangi radikalisme.
5. Dunia pendidikan bukan tempat yang tepat menguntungkan
hidup, menumpuk rejeki. Namun dunia pendidikan begitu mulia, dunia yang hanya
mengenal kata memberi, bukan mengambil.
6. Mengajar dan mendidik janganlah berdasar SK atasan
semata. Yang jika SK habis, habis pula pengabdian kita.
Sebagai pelengkap penulusuran, berikut ini saya
sertakan juga dua foto Kyai Tholhah, yang saya ambil di Kantor dan Perpustakaan
Masjid Sabilillah.
Kyai
Tholhah dan Tamu dari salah satu negara Arab, saat beliau menjabat Menag
Foto
diambil di kantor Yayasan Masjid Sabililah. Sumber: Dokumen pribadi
Salah satu pemikiran Kyai Tholhah tentang wakaf
Foto diambil di Perpautakaan Masji Raya Sabilillah
(dokumen pribadi)
Demikianlah essay tentang jejak karya dan pemikiran Kyai Tholhah. Satu
hal yang bisa dipetik dari semua peninggalan sang Kyai seperti yang telah
ditulis di atas, bahwa dalam diri beliau layak diambil saripati ilmu dan
keteladanan. Tak dipungkiri bahwa gagasan atau pemikiran Kyai Tholhah turut
mewarnai kehidupan sosio kultura kota tercinta. Teriring doa, semoga essay ini bermanfaat
dan kita bisa meneladani kiprah Kyai Tholhah.
Terimakasih telah membaca.
Daftar
Pustaka
1. Prof. Dr. Mudjia Rahardja, Dkk. Prof. Dr. KH. M. Tholhah Hasan, Kyai Tanpa Pesantren. Malang, Paramasastra
Press, 2007.
2. Prof. Dr. Nasaruddin Umar. Kyai Multitalenta, Oase Spiritual KH. M. Tholhah Hasan. Jakarta, Lista Fariska Putra, 2006.
3. Muhammad Tholhah Hasan. Islam dan Perspektif Sosial Budaya. Jakarta, Galsa Nusantara, 1987.
4. Muhammad Tholhah Hasan. Dinamika Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Jakarta, Lantabora Press, 2006.
5. Prof. Dr. KH. Muhammad Tholhah Hasan. Pendidikan Multikultural Sebagai Opsi
Penaggulangan Radikalisme. Malang, Unisma Press, 2016.
6. Beberapa artikel terkait di media online Tanah Air.
7. Wawancara dengan Sekretaris Masjid Raya Sabilillah,
Bapak H. Farhan.
#Ditulis saat masa pandemi Covid-19
#Ditulis saat masa pandemi Covid-19
Comments
Post a Comment